Sampai saat ini
resah itu masih ada, keinginan untuk segera menyempurnakan setengah agama sudah
begitu lama bersemayam dalam diri ini yang sampai saat inipun belum menemui
hujungnya. Aku rindu, sungguh aku sangat merindukannya. Tidak dapat dipungkiri
bahwa selama ini aku selalu berharap untuk menyegerakan hal itu, rasanya jika
itu terlaksana akan sangat membawa perubahan yang sangat signifikan bagi
diriku.
Hari hari aku lalui sendiri tanpa ada yang menemani, menyatu dalam rentetan
waktu dan selang-seling rambu kehidupan yang kian mewarnai hidupku serta
pergantian "manusia halus" yang berada di dekat dan menghiasi
pandangan dan cermin mataku. Aku melihatnya dan aku merasakannya, sungguh
setiap kali "manusia halus" itu terlintas dimataku, ia terlintas pula
dalam fikiranku dan tiap kali akan menjelma menjadi pengharapan yang menguatkan
harapan-harapanku sebelumnya. Semakin bertambah besar kekuatannya sehingga
harapan itu tidak jarang menghiasi barisan kata-kata dalam doa sujudku
kepadaNya.
Aku tidak kuat menahannya, sering secara tidak sadar airmatakupun menetes
deras, mengalahkan berjuta prinsip yang telah aku tanam, tidak melihat bahwa
diriku adalah seorang ikhwan yang kuat, mengapa harus menangis? Hanya karena
"manusia halus" itu, aku sekarang begitu lemah, sungguh dibuatnya tak
berdaya dan lumpuh. Jika dalam pertarungan, mungkin aku akan meminta ampun
kepadanya karena sungguh aku tidak mampu melawannya.
Banyak sekali peluang bagi musuh terbesarku untuk menjerumuskanku melalui
perantaraannya, namun Alhamdulillah hal itu belum pernah menjadi bencana besar
bagiku, dan aku harapkan tidak akan pernah menjadi bencana bagiku sampai
kapanpun. Tetapi meskipun demikian, hal itu tetap mengganggu diriku, tingkat
keimananku sering turun naik karenanya, walaupun aku mengetahui bahwa secara
fitrah memang iman itu "yaziidu wa yanqus", namun hal ini tidak bisa
aku biarkan begitu saja. Aku harus segera bertindak.
Waktu harus segera aku percepat agar segera memihakku dan menghantarkanku pada
saat itu, saat dimana tiada lagi keimanan "yaziidu wa yanqus" hanya
karena "manusia halus" yang tiap kali berkemelut dalam fikiran dan
hatiku. Aku harus segera memilihnya, menjadikan salah satunya sebagai
pendamping hidupku, sebagai penentram hatiku, sebagai pelita hatiku dimana akan
menerangi setiap sisi gelap kehidupanku dan memperbaiki rambu-rambu yang rusak
dalam jalanku menuju Illahi Rabbi.
Walaupun kadang hal itu menjadi fikiran berat dalam diriku, akan tetapi hal itu
tetap harus aku lakukan, sesegera mungkin. "Apakah aku sudah siap?".
Bukan, bukan seperti itu, akan tetapi "Aku harus siap!", dengan
segala keterbatasan yang ada pada diriku, demi menyelamatkan kehidupanku.
Ukhti, selamatkanlah aku!!
Thanks for reading:
Ukhti, selamatkanlah aku!!
Sampai saat ini
resah itu masih ada, keinginan untuk segera menyempurnakan setengah agama sudah
begitu lama bersemayam dalam diri ini yang sampai saat inipun belum menemui
hujungnya. Aku rindu, sungguh aku sangat merindukannya. Tidak dapat dipungkiri
bahwa selama ini aku selalu berharap untuk menyegerakan hal itu, rasanya jika
itu terlaksana akan sangat membawa perubahan yang sangat signifikan bagi
diriku.
Hari hari aku lalui sendiri tanpa ada yang menemani, menyatu dalam rentetan
waktu dan selang-seling rambu kehidupan yang kian mewarnai hidupku serta
pergantian "manusia halus" yang berada di dekat dan menghiasi
pandangan dan cermin mataku. Aku melihatnya dan aku merasakannya, sungguh
setiap kali "manusia halus" itu terlintas dimataku, ia terlintas pula
dalam fikiranku dan tiap kali akan menjelma menjadi pengharapan yang menguatkan
harapan-harapanku sebelumnya. Semakin bertambah besar kekuatannya sehingga
harapan itu tidak jarang menghiasi barisan kata-kata dalam doa sujudku
kepadaNya.
Aku tidak kuat menahannya, sering secara tidak sadar airmatakupun menetes
deras, mengalahkan berjuta prinsip yang telah aku tanam, tidak melihat bahwa
diriku adalah seorang ikhwan yang kuat, mengapa harus menangis? Hanya karena
"manusia halus" itu, aku sekarang begitu lemah, sungguh dibuatnya tak
berdaya dan lumpuh. Jika dalam pertarungan, mungkin aku akan meminta ampun
kepadanya karena sungguh aku tidak mampu melawannya.
Banyak sekali peluang bagi musuh terbesarku untuk menjerumuskanku melalui
perantaraannya, namun Alhamdulillah hal itu belum pernah menjadi bencana besar
bagiku, dan aku harapkan tidak akan pernah menjadi bencana bagiku sampai
kapanpun. Tetapi meskipun demikian, hal itu tetap mengganggu diriku, tingkat
keimananku sering turun naik karenanya, walaupun aku mengetahui bahwa secara
fitrah memang iman itu "yaziidu wa yanqus", namun hal ini tidak bisa
aku biarkan begitu saja. Aku harus segera bertindak.
Waktu harus segera aku percepat agar segera memihakku dan menghantarkanku pada
saat itu, saat dimana tiada lagi keimanan "yaziidu wa yanqus" hanya
karena "manusia halus" yang tiap kali berkemelut dalam fikiran dan
hatiku. Aku harus segera memilihnya, menjadikan salah satunya sebagai
pendamping hidupku, sebagai penentram hatiku, sebagai pelita hatiku dimana akan
menerangi setiap sisi gelap kehidupanku dan memperbaiki rambu-rambu yang rusak
dalam jalanku menuju Illahi Rabbi.
Walaupun kadang hal itu menjadi fikiran berat dalam diriku, akan tetapi hal itu
tetap harus aku lakukan, sesegera mungkin. "Apakah aku sudah siap?".
Bukan, bukan seperti itu, akan tetapi "Aku harus siap!", dengan
segala keterbatasan yang ada pada diriku, demi menyelamatkan kehidupanku.
Ukhti, selamatkanlah aku!!
Sampai saat ini
resah itu masih ada, keinginan untuk segera menyempurnakan setengah agama sudah
begitu lama bersemayam dalam diri ini yang sampai saat inipun belum menemui
hujungnya. Aku rindu, sungguh aku sangat merindukannya. Tidak dapat dipungkiri
bahwa selama ini aku selalu berharap untuk menyegerakan hal itu, rasanya jika
itu terlaksana akan sangat membawa perubahan yang sangat signifikan bagi
diriku.
Hari hari aku lalui sendiri tanpa ada yang menemani, menyatu dalam rentetan
waktu dan selang-seling rambu kehidupan yang kian mewarnai hidupku serta
pergantian "manusia halus" yang berada di dekat dan menghiasi
pandangan dan cermin mataku. Aku melihatnya dan aku merasakannya, sungguh
setiap kali "manusia halus" itu terlintas dimataku, ia terlintas pula
dalam fikiranku dan tiap kali akan menjelma menjadi pengharapan yang menguatkan
harapan-harapanku sebelumnya. Semakin bertambah besar kekuatannya sehingga
harapan itu tidak jarang menghiasi barisan kata-kata dalam doa sujudku
kepadaNya.
Aku tidak kuat menahannya, sering secara tidak sadar airmatakupun menetes
deras, mengalahkan berjuta prinsip yang telah aku tanam, tidak melihat bahwa
diriku adalah seorang ikhwan yang kuat, mengapa harus menangis? Hanya karena
"manusia halus" itu, aku sekarang begitu lemah, sungguh dibuatnya tak
berdaya dan lumpuh. Jika dalam pertarungan, mungkin aku akan meminta ampun
kepadanya karena sungguh aku tidak mampu melawannya.
Banyak sekali peluang bagi musuh terbesarku untuk menjerumuskanku melalui
perantaraannya, namun Alhamdulillah hal itu belum pernah menjadi bencana besar
bagiku, dan aku harapkan tidak akan pernah menjadi bencana bagiku sampai
kapanpun. Tetapi meskipun demikian, hal itu tetap mengganggu diriku, tingkat
keimananku sering turun naik karenanya, walaupun aku mengetahui bahwa secara
fitrah memang iman itu "yaziidu wa yanqus", namun hal ini tidak bisa
aku biarkan begitu saja. Aku harus segera bertindak.
Waktu harus segera aku percepat agar segera memihakku dan menghantarkanku pada
saat itu, saat dimana tiada lagi keimanan "yaziidu wa yanqus" hanya
karena "manusia halus" yang tiap kali berkemelut dalam fikiran dan
hatiku. Aku harus segera memilihnya, menjadikan salah satunya sebagai
pendamping hidupku, sebagai penentram hatiku, sebagai pelita hatiku dimana akan
menerangi setiap sisi gelap kehidupanku dan memperbaiki rambu-rambu yang rusak
dalam jalanku menuju Illahi Rabbi.
Walaupun kadang hal itu menjadi fikiran berat dalam diriku, akan tetapi hal itu
tetap harus aku lakukan, sesegera mungkin. "Apakah aku sudah siap?".
Bukan, bukan seperti itu, akan tetapi "Aku harus siap!", dengan
segala keterbatasan yang ada pada diriku, demi menyelamatkan kehidupanku.
Ukhti, selamatkanlah aku!!
Sampai saat ini
resah itu masih ada, keinginan untuk segera menyempurnakan setengah agama sudah
begitu lama bersemayam dalam diri ini yang sampai saat inipun belum menemui
hujungnya. Aku rindu, sungguh aku sangat merindukannya. Tidak dapat dipungkiri
bahwa selama ini aku selalu berharap untuk menyegerakan hal itu, rasanya jika
itu terlaksana akan sangat membawa perubahan yang sangat signifikan bagi
diriku.
Hari hari aku lalui sendiri tanpa ada yang menemani, menyatu dalam rentetan
waktu dan selang-seling rambu kehidupan yang kian mewarnai hidupku serta
pergantian "manusia halus" yang berada di dekat dan menghiasi
pandangan dan cermin mataku. Aku melihatnya dan aku merasakannya, sungguh
setiap kali "manusia halus" itu terlintas dimataku, ia terlintas pula
dalam fikiranku dan tiap kali akan menjelma menjadi pengharapan yang menguatkan
harapan-harapanku sebelumnya. Semakin bertambah besar kekuatannya sehingga
harapan itu tidak jarang menghiasi barisan kata-kata dalam doa sujudku
kepadaNya.
Aku tidak kuat menahannya, sering secara tidak sadar airmatakupun menetes
deras, mengalahkan berjuta prinsip yang telah aku tanam, tidak melihat bahwa
diriku adalah seorang ikhwan yang kuat, mengapa harus menangis? Hanya karena
"manusia halus" itu, aku sekarang begitu lemah, sungguh dibuatnya tak
berdaya dan lumpuh. Jika dalam pertarungan, mungkin aku akan meminta ampun
kepadanya karena sungguh aku tidak mampu melawannya.
Banyak sekali peluang bagi musuh terbesarku untuk menjerumuskanku melalui
perantaraannya, namun Alhamdulillah hal itu belum pernah menjadi bencana besar
bagiku, dan aku harapkan tidak akan pernah menjadi bencana bagiku sampai
kapanpun. Tetapi meskipun demikian, hal itu tetap mengganggu diriku, tingkat
keimananku sering turun naik karenanya, walaupun aku mengetahui bahwa secara
fitrah memang iman itu "yaziidu wa yanqus", namun hal ini tidak bisa
aku biarkan begitu saja. Aku harus segera bertindak.
Waktu harus segera aku percepat agar segera memihakku dan menghantarkanku pada
saat itu, saat dimana tiada lagi keimanan "yaziidu wa yanqus" hanya
karena "manusia halus" yang tiap kali berkemelut dalam fikiran dan
hatiku. Aku harus segera memilihnya, menjadikan salah satunya sebagai
pendamping hidupku, sebagai penentram hatiku, sebagai pelita hatiku dimana akan
menerangi setiap sisi gelap kehidupanku dan memperbaiki rambu-rambu yang rusak
dalam jalanku menuju Illahi Rabbi.
Walaupun kadang hal itu menjadi fikiran berat dalam diriku, akan tetapi hal itu
tetap harus aku lakukan, sesegera mungkin. "Apakah aku sudah siap?".
Bukan, bukan seperti itu, akan tetapi "Aku harus siap!", dengan
segala keterbatasan yang ada pada diriku, demi menyelamatkan kehidupanku.
Ukhti, selamatkanlah aku!!
Sampai saat ini
resah itu masih ada, keinginan untuk segera menyempurnakan setengah agama sudah
begitu lama bersemayam dalam diri ini yang sampai saat inipun belum menemui
hujungnya. Aku rindu, sungguh aku sangat merindukannya. Tidak dapat dipungkiri
bahwa selama ini aku selalu berharap untuk menyegerakan hal itu, rasanya jika
itu terlaksana akan sangat membawa perubahan yang sangat signifikan bagi
diriku.
Hari hari aku lalui sendiri tanpa ada yang menemani, menyatu dalam rentetan
waktu dan selang-seling rambu kehidupan yang kian mewarnai hidupku serta
pergantian "manusia halus" yang berada di dekat dan menghiasi
pandangan dan cermin mataku. Aku melihatnya dan aku merasakannya, sungguh
setiap kali "manusia halus" itu terlintas dimataku, ia terlintas pula
dalam fikiranku dan tiap kali akan menjelma menjadi pengharapan yang menguatkan
harapan-harapanku sebelumnya. Semakin bertambah besar kekuatannya sehingga
harapan itu tidak jarang menghiasi barisan kata-kata dalam doa sujudku
kepadaNya.
Aku tidak kuat menahannya, sering secara tidak sadar airmatakupun menetes
deras, mengalahkan berjuta prinsip yang telah aku tanam, tidak melihat bahwa
diriku adalah seorang ikhwan yang kuat, mengapa harus menangis? Hanya karena
"manusia halus" itu, aku sekarang begitu lemah, sungguh dibuatnya tak
berdaya dan lumpuh. Jika dalam pertarungan, mungkin aku akan meminta ampun
kepadanya karena sungguh aku tidak mampu melawannya.
Banyak sekali peluang bagi musuh terbesarku untuk menjerumuskanku melalui
perantaraannya, namun Alhamdulillah hal itu belum pernah menjadi bencana besar
bagiku, dan aku harapkan tidak akan pernah menjadi bencana bagiku sampai
kapanpun. Tetapi meskipun demikian, hal itu tetap mengganggu diriku, tingkat
keimananku sering turun naik karenanya, walaupun aku mengetahui bahwa secara
fitrah memang iman itu "yaziidu wa yanqus", namun hal ini tidak bisa
aku biarkan begitu saja. Aku harus segera bertindak.
Waktu harus segera aku percepat agar segera memihakku dan menghantarkanku pada
saat itu, saat dimana tiada lagi keimanan "yaziidu wa yanqus" hanya
karena "manusia halus" yang tiap kali berkemelut dalam fikiran dan
hatiku. Aku harus segera memilihnya, menjadikan salah satunya sebagai
pendamping hidupku, sebagai penentram hatiku, sebagai pelita hatiku dimana akan
menerangi setiap sisi gelap kehidupanku dan memperbaiki rambu-rambu yang rusak
dalam jalanku menuju Illahi Rabbi.
Walaupun kadang hal itu menjadi fikiran berat dalam diriku, akan tetapi hal itu
tetap harus aku lakukan, sesegera mungkin. "Apakah aku sudah siap?".
Bukan, bukan seperti itu, akan tetapi "Aku harus siap!", dengan
segala keterbatasan yang ada pada diriku, demi menyelamatkan kehidupanku.
Ukhti, selamatkanlah aku!!
Sampai saat ini
resah itu masih ada, keinginan untuk segera menyempurnakan setengah agama sudah
begitu lama bersemayam dalam diri ini yang sampai saat inipun belum menemui
hujungnya. Aku rindu, sungguh aku sangat merindukannya. Tidak dapat dipungkiri
bahwa selama ini aku selalu berharap untuk menyegerakan hal itu, rasanya jika
itu terlaksana akan sangat membawa perubahan yang sangat signifikan bagi
diriku.
Hari hari aku lalui sendiri tanpa ada yang menemani, menyatu dalam rentetan
waktu dan selang-seling rambu kehidupan yang kian mewarnai hidupku serta
pergantian "manusia halus" yang berada di dekat dan menghiasi
pandangan dan cermin mataku. Aku melihatnya dan aku merasakannya, sungguh
setiap kali "manusia halus" itu terlintas dimataku, ia terlintas pula
dalam fikiranku dan tiap kali akan menjelma menjadi pengharapan yang menguatkan
harapan-harapanku sebelumnya. Semakin bertambah besar kekuatannya sehingga
harapan itu tidak jarang menghiasi barisan kata-kata dalam doa sujudku
kepadaNya.
Aku tidak kuat menahannya, sering secara tidak sadar airmatakupun menetes
deras, mengalahkan berjuta prinsip yang telah aku tanam, tidak melihat bahwa
diriku adalah seorang ikhwan yang kuat, mengapa harus menangis? Hanya karena
"manusia halus" itu, aku sekarang begitu lemah, sungguh dibuatnya tak
berdaya dan lumpuh. Jika dalam pertarungan, mungkin aku akan meminta ampun
kepadanya karena sungguh aku tidak mampu melawannya.
Banyak sekali peluang bagi musuh terbesarku untuk menjerumuskanku melalui
perantaraannya, namun Alhamdulillah hal itu belum pernah menjadi bencana besar
bagiku, dan aku harapkan tidak akan pernah menjadi bencana bagiku sampai
kapanpun. Tetapi meskipun demikian, hal itu tetap mengganggu diriku, tingkat
keimananku sering turun naik karenanya, walaupun aku mengetahui bahwa secara
fitrah memang iman itu "yaziidu wa yanqus", namun hal ini tidak bisa
aku biarkan begitu saja. Aku harus segera bertindak.
Waktu harus segera aku percepat agar segera memihakku dan menghantarkanku pada
saat itu, saat dimana tiada lagi keimanan "yaziidu wa yanqus" hanya
karena "manusia halus" yang tiap kali berkemelut dalam fikiran dan
hatiku. Aku harus segera memilihnya, menjadikan salah satunya sebagai
pendamping hidupku, sebagai penentram hatiku, sebagai pelita hatiku dimana akan
menerangi setiap sisi gelap kehidupanku dan memperbaiki rambu-rambu yang rusak
dalam jalanku menuju Illahi Rabbi.
Walaupun kadang hal itu menjadi fikiran berat dalam diriku, akan tetapi hal itu
tetap harus aku lakukan, sesegera mungkin. "Apakah aku sudah siap?".
Bukan, bukan seperti itu, akan tetapi "Aku harus siap!", dengan
segala keterbatasan yang ada pada diriku, demi menyelamatkan kehidupanku.
Ukhti, selamatkanlah aku!!
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Anda Berkomentar, Namun Tetap Jaga Kesopanan dengan Tidak Melakukan Komentar Spam... My Diary Sangat Menyanjung Persahabatan dan Cinta.... Salam Untuk Semua Sahabat My Diary.