Bagaimana dengan "membawa Komputer Laptop ke sekolah"? Apakah membawa laptop ke sekolah dapat membantu meningkatkan mutu pendidikan siswa-siswi kita?
Di bawah ada cerita dari salah satu guru asing (Amerika/Rusia), yang berpendidikan S3 (Rusia), dengan latar belakang teknologi (di banyak negara), mengenai pengalaman beliau sebagai “International Principal” (kepala Sekolah Internasional) di sala satu sekolah National Plus di Indonesia (Desember 2007).
I hold a Ph.D. degree in Engineering from the Academy of Sciences of Russian Federation, where I used to work many years in the area of design and testing of geophysical instruments – magnetometers, seismometers, data acquisition systems, etc. With these instruments I have traveled all over the Earth, including many countries in Europe, Asia and America, as well as 2 trips to Antarctica. I have 24 scientific papers published in international scientific magazines, and 2 scientific books translated by me from English into Russian.
(Bahasa Indonesia Di Bawah)
However, the reality is quite different, almost to the opposite.
There is no need to explain that laptop computers inside the school are used almost exclusively for gaming, which occupies 99% of the laptop working time. Students play different active games – they fight with monsters, they defend Earth against alien invaders, they race cars, planes and other shooting and screaming machinery, they crawl in the caves in search of diamonds or win championships in space adventures. All this games have very bright graphics, they are accompanied by sounds, and the imagination of an 11-15 year old child is completely captured by the excitement of the game.
But when the break ends, and the student must return to the real world for a lesson, some interesting things happen.
First, the student is angry, because the gaming excitement was interrupted for the sake of a dull boring lesson. Naturally, this anger turns towards the teacher. The brain and the soul of the student are still fully there, in the game, and the student is absolutely incapable to think about any information related to the lesson. This mental state lasts from 10 to 30 minutes"
(Bahasa Indonesia - masih draft 25/12/07)
Padahal, rialitasnya adalah jauh berbeda, hampir sebaliknya.
Tidak perlu dijelaskan bahwa komputer-komputer di dalam sekolah dipakai secara hampir eksklusif untuk "gaming" (main games), yang menggunakan 99% dari waktu menggunakan laptop. Siswa-siswi aktif main game yang berbeda – mereka melawan "monsters", mereka membela Bumi dari pendatang "alien" (dari luar angkasa), mereka main balapan mobil, pesawat terbang, tembak-tembakan dan masin-masin lain yang ribut, mereka masuk goa-goa untuk mencari berlian atau menang dan menjadi jagoan di dalam cerita "adventure" di luar angkasa. Semua mainan ini punya grafik-grafik yang terang dan berwarna-warni, bersuara dan berbunyi-bunyi, dan imaginasi anak-anak berusia 11-15 ditangkap secara penuh oleh daya tarik game-game ini.
Tetapi pada waktu akhir istirahat, dan siswa-siswi harus kembali ke dunia rial (masuk kelas) untuk les, beberapa hal yang menarik menjadi.
Yang pertama, siswa-siswi adalah marah, karena game-game yang merangsang diganggu untuk melanjutkan les di kelas yang "dull boring" (tidak menarik dan membosankan). Jelas, perasaan marah ini ditujui kepada guru. Otak dan "soul" (jiwa) siswa-siswi masih penuh ada di dalam game, dan siswa-siswi tidak mampu sama selkali untuk memikirkan atau menerima informasi mengenai les. Keadaan mental ini berlangsung selama 10 sampai 30 minet"
Apakah, membawa laptop ke sekolah ada dampak yang positif?
Kita harus tanya, kalau siswa-siswi menggunakan komputer laptop begini di sekolah,
'bagaimana dengan manfaatnya laptop di rumah?'
Silakan mengirim saran anda ke kami !
Salam Pendidikan
Phillip Rekdale
Draft 26-12-2007
Mengirim Saran Anda
Artikel-Artikel: [ Classroom Of The Future - Which Future? ] [ Tablet PCs Save Time? ]
(Sebuah komentar)
Sudah diketahui bahwa komputer (termasuk LapTop) adalah sebuah alat yang bisa membantu kita (guru dan siswa) untuk membuat pelajaran lebih menarik dan bervariasi. Budaya belajar/ mengajar dan memakai komputer di sekolah diciptakan oleh pihak yang bersangkutan, dalam hal ini kepala sekolah, guru dan siswa yaitu dengan adanya peraturan sekolah (school policy). Jadi kalau budaya sekolahnya berantakan itu karena kurangnya waktu yang disediakan untuk perencanaan.
Di sekolah saya di Melbourne, LapTop (Tablet PC) disediakan untuk siswa kelas 9 (SMP kelas 3) ke atas. Mereka harus membawa LapTop mereka ke setiap kelas.
Dari pengalaman, mereka menyimpan LapTop mereka di 'locker' selama jam istirahat. Saya kira ini karena mereka lebih menghargai waktu istirahat untuk bercakap-cakap dengan teman-teman mereka atau untuk bermain bola-basket, dll.
Setiap mata pelajaran berlangsung selama 50 menit. Di kelas Bahasa Indonesia saya, biasanya saya minta siswa saya untuk membuka dan memakai LapTop mereka selama 15/ 20 menit terakhir. Tujuannya untuk revisi kata atau bentuk kalimat yang baru saja dipelajari pada 30 menit pertama. Program yang saya pakai untuk menciptakan aktivitas ini adalah TASK MAGIC. 'Languages Online' yang tersedia secara gratis di Web juga kami pakai.
Kadang-kadang, di kelas 9 - 12, LapTop juga dipakai untuk membuat catatan singkat selama guru menerangkan (dengan program OneNote yang tersedia dalam program Microsoft Office}. Program ini bisa dipakai untuk semua mata pelajaran.
Kadang-kadang LapTop juga dipakai untuk mengerjakan proyek ICT (dengan memakai Excel, Ink Art, Snipping, Power Point, FrontPage, yang tersedia dalam Microsoft Experience Pack for Tablet PC). Proyek ICT biasanya mencakup pemakaian teks, gambar dan suara.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Anda Berkomentar, Namun Tetap Jaga Kesopanan dengan Tidak Melakukan Komentar Spam... My Diary Sangat Menyanjung Persahabatan dan Cinta.... Salam Untuk Semua Sahabat My Diary.